Kamis, 16 April 2015

Masa Kecil

Setiap orang pasti takdirnya berbeda, ada yang lahir diperkotaan, pedesaan dan perkebunan. Proses kelahirannyapun berbeda ada yang lahir dengan bantuan
bidan atau dokter, lahir dengan bantuan dukun beranak, dan bahkan ada yang lahir dengan sendirinya tanpa bantuan medis ataupun sejenisnya. Bagaimana dengan Saya? Ya, Saya dilahirkan dikota dan dengan bantuan bidan, tepatnya di kampung kelawi, padang di rumah kediaman bidan ani pada saat itu.
Tepatnya hari rabu 05 mei 1993 menjelang shalat shubuh Ummi Saya telah merasakan sakit perut, pertanda Saya mau cilukba kedunia ini. Usai shalat shubuh Ummi langsung dibawa ke bidan ani di kelawi oleh keluarga Buya saat itu dengan menaiki becak, hehehe. Dulunya Cuma ada becak.
Saya lahir dengan diberi nama Mahmud Salam Farsani. Nama yang diberikan kepada Saya itu memiliki kisah tersendiri. Saat dirumah bidan, ada orang masuk mengucapkan salam “ Assalamu’alaikum”. Berbarengan dengan ucapan salam tersebut maka Saya lahir kedunia baru ini.
Setelah berumur satu minggu, oleh orang tua Saya dibawa kerumah tempat orang tua berdomisili yaitu pasaman barat. Disana Saya tinggal didaerah pedalaman, desa tersebut adalah desa para transmigran.
Saya anak pertama. Dibandingkan dengan saudara-saudara Saya yang sekarang, Saya yang benar-benar mendapat kasih Sayang dari orang tua. Kata-kata orang itu karena kamu anak yang pertama.
Nama orang tua Saya yang laki-laki yaitu Farizal lahir pada () dan yang perempuan Roza Nur Sixni Susanti lahir pada ().
Ketika Saya masih bayi ada tragedi yang menimpa saat itu, ceritanya begini :
Di halaman rumah Saya yang rindang dengan pepohonan dan dihiasi dengan rumput teki, membuat daya tarik untuk makan bersama-sama disana. Ummi membawa Saya keluar rumah dengan beralaskan tikar Saya dibaringkan. Setelah itu Ummi masuk kerumah untuk beberapa waktu. Tiba-tiba terdengar tangis Saya yang kuat, seraya Ummi yang mendengar hal itu berlari menuju Saya, maka didapatilah Saya pada saat itu dalam kondisi sekujur tubuh Saya dikerumuni oleh semut merah. Ummi berteriak-teriak minta tolong kepada orang yang ada pada saat itu. Saya dibawa puskesmas setempat dan Alhamdulillah Saya bisa diselamatkan. Kenapa bisa ada semut merah disana? . Sebelum Ummi datang saudara Buya ada yang makan disana dan membuang tulang-tulang di rerumputan. Ummi yang tidak tahu hal itu membaringkan Saya disana.
Masa Saya masih balita, Saya tergolong anak yang nakal dibandingkan anak-anak yang baik. Buya bekerja dikebun, kebun terbilang jauh dari pemukiman kira-kira 1,2Km dan jalan kesana dipenuhi oleh semak belukar. Suatu hari Saya bermain mobil-mobilan di halaman rumah. Ummi yang capek bekerja ingin tidur, tapi sebelum tidur Ummi menyampaikan pesan kepada Saya “ lam, umi lalok dulu yo, umi litak, jan pai kama-kama ndak” “ndak mi’ jawab Saya singkat yang lagi asyik main mobil-mobilan. Tidak berapa lama setelah Ummi tidur maka Saya bersih-bersih badan didapur. Setelah itu Saya berangkat menuju kebun tempat Buya bekerja membanting tulang untuk mencari nafkah. Disela-sela semak belukar tersebut Saya berjalan dan berlari-lari kecil, Saya sedikitpun tidak merasa takut karena belum tau apa-apa saat itu tentang bahayanya lewat di antara semak belukar itu. Sampai dikebun Saya mencari Buya sambil berteriak-teriak “ Buya, Buya, Buya…”. Akhirnya ada yang menyahut dari balik semak belukar dekat pondok Kami. “Jo sia lam kaniak” tanya Buya. “Sorang se nyo” jawab saya, “ lai tau Ummi, salam pai kasiko?”, “ ndak do”, “beko paniang lo Ummi mancari kama lam pai. Duduak lah dipondok tu, jan ma aru-aru lo ndak”, “jadi Ya”. Tak berapa lama setelah saya santai-santai memanjat di atas batang pohon jambu biji. Tibalah Ummi di kebun seraya bertanya kepada Buya “Da, adoh salam kamari? Dirumah ndak adoh e do, Ti lalok tadi dek lah litak”, “tu nyo a dipondok main-main, baok lah pulang e lai, ko santa lai kapulang lo lai ma”. Saya pulang bersama Ummi dengan naik sepeda, hehe. Kira-kira seperti itulah nakalnya saya dulu sebelum masuk sekolah.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;