Mulai
muncul permasalahan mengenai ekonomi yaitu pada kelulusan SMP, kemana akan
melanjutkan pendidikan. Di daerah saya itu hanya ada 1 SMA Negeri yang baru
memiliki anak pertama artinya belum ada kelas 2 SMA-nya. Di kecamatan
tetangga ada satu SMA dan satu SMK yang jaraknya kira-kira 15 KM dari rumah saya. Orang tua menyerahkan pilihan itu kepada saya, dengan pertimbangan kalau yang didalam kecamatan berjalan kaki saya bisa sampai sekitar 15 menit, jika yang jauh itu harus mengeluarkan biaya minimal Rp.10.000,00 untuk ongkos dan uang belanja. Pertengkaran kecil terjadi antara buya dan ummi saat saya memilih SMA di kecamatan tetangga, biaya yang terbilang besar bagi keluarga saya menjadi permasalahan saat itu. Perundingan ayah dan ibu menghasilkan kata “setuju”, “Barapun biaya e, bisa dicarian nak, yang penting lai niat sekolah, kuat kemauan sakolah, kok ndak adoh pitih buya jo ummi usahoan mancari pitih beko, yang penting carilah ilmu tu banyak-banyak, mudah-mudahan manjadi urang yang barasil bisuak ko” itulah perkataan orang tua saat itu. Memang bukan saya sendiri yang harus dibiayai oleh orang tua, adik saya ada yang mau tamat SD dan mau masuk SD, jadi hal itu butuh biaya yang besar.
tetangga ada satu SMA dan satu SMK yang jaraknya kira-kira 15 KM dari rumah saya. Orang tua menyerahkan pilihan itu kepada saya, dengan pertimbangan kalau yang didalam kecamatan berjalan kaki saya bisa sampai sekitar 15 menit, jika yang jauh itu harus mengeluarkan biaya minimal Rp.10.000,00 untuk ongkos dan uang belanja. Pertengkaran kecil terjadi antara buya dan ummi saat saya memilih SMA di kecamatan tetangga, biaya yang terbilang besar bagi keluarga saya menjadi permasalahan saat itu. Perundingan ayah dan ibu menghasilkan kata “setuju”, “Barapun biaya e, bisa dicarian nak, yang penting lai niat sekolah, kuat kemauan sakolah, kok ndak adoh pitih buya jo ummi usahoan mancari pitih beko, yang penting carilah ilmu tu banyak-banyak, mudah-mudahan manjadi urang yang barasil bisuak ko” itulah perkataan orang tua saat itu. Memang bukan saya sendiri yang harus dibiayai oleh orang tua, adik saya ada yang mau tamat SD dan mau masuk SD, jadi hal itu butuh biaya yang besar.
Saya
sekolah di SMA Negeri 1 Lembah Melintang di kecamatan Lembah Melintang. Setiap
paginya saya harus berjalan kaki sejauh 2 KM ke tepi jalan raya, setelah itu
baru naik angkot ke SMA. Dalam perjalanan kaki itu terkadang saya beretemu babi
yang berkeliaran disemak-semak, ular dan binatang buas lainnya, benar saya
berjalan kaki bukan dijalan yang ramai, berjalan dijalan semak-semak yang
dipenuhi dengan ilalang dan pohon sawit.
Semasa
SMA saya mulai berdikari untuk membantu orang tua membiayai sekolah, minimal
membiayai diri saya sendiri. Saya punya kenalan tukang sayur dikapung saya,
beliau mengajak saya untuk memperbaiki motor saya yang sudah lama rusak ke
bengkel adiknya, disana bayarnya boleh
nyicil.
Menjelang
motor saya selesai diperbaiki bapak giman (nama tukang sayur) mengajak saya ke
paret PT. Agro Wiratama untuk mencari sayur kangkung, kemudian ketempat lain
(rimba yang dingin) mencari pakis, mencari segala jenis sayuran, nantinya hasil
itu kami bagi dua. Kami juga menanam bibit bayam dibelakang pabrik Agro
tepatnya pembuangan limbah belahan sawitnya, disini tanahnya subur sekali.
Kurang satu bulan kami bisa panen bayam tersebut. Alhamdulillah hasilnya dapat
membiayaai ongkos saya sehari-hari untuk berangkat sekolah. Sampai motor saya
telah bisa dipakai, saya dibiarkan sendiri mencari sayur oleh bapak giman,
“cari lah sayur lagi, motornya kan udah bagus tu, nanti biar bapak yang bawa
kepasar, tempat mencarinya kan sudah tau tu, belajar lah berdiri sendiri lagi,
ni bagantuang juo ka ama jo apa lai, ma talok ama jo apa tu, wak lah gadang”.
Usai
pulang sekolah jam 14:00 WIB, sampai dirumah jam 15:00 WIB. Setelah shalat
‘ashar saya berangkat menuju Agro dengan motor Super 700 mencari sayur dengan
membawa karung. Mencari kangkung adalah fokus saya, karena mudah
mendapatkannya, tidak perlu jauh-jauh. Namun perjuangan mendapatkannya lumayan
susah, harus masuk paret dengan dalam lumpurnya hingga sampai dada, memetik
kangkung sambil memasukkannya kedalam karung. Namun hal itu tidak membuat saya
patah semangat. Pulangnya saya tidak tahu persis jam berapa karena tidak punya
jam, saya cuma mendengar suara mengaji-ngaji di mushalla dan mesjid sekitar PT.
kalau sudah terdengar maka saya akan pulang. Setiap harinya saya selalu membawa
satu karung kangkung. Dirumah sehabis shalat maghrib saya mengikat kangkungnya
dibantu ibu. Setelah ‘isya saya baru mulai belajar dan mengerjakan tugas.
Begitu setiap hari saya lakukan, disekolah saya harus memperhatikan guru saat
menerangkan karena tidak banyak waktu saya untuk belajar dirumah.
Suatu
hari disemester 2 kelas satu SMA kira-kira bulan januari 2009 saya mengalami
kecelakaan patah tulang hidung. Harus dirawat di M. Djamil padang untuk di
operasi, saat itu orang tua terlilit hutang untuk membiayai pengobatan saya.
Selama sebulan penuh saya tidak masuk sekolah. Mengakibatkan nilai saya jatuh menjadi
rangking 15 dikelas dari sebelumnya rangking 7. Saya masuk di kelas RSBI
(Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) disana bahasa penghantar bukunya
bilingual. Walau rangking segitu saya tetap bangga karena saya berada dikelas
unggul yang total siswanya 30 orang.
Semenjak
kecelakaan itu saya dilarang mencari sayur dan bekerja dulu oleh orang tua,
untuk memulihkan tulang hidung saya yang patah. Selama saya istirahat untuk
tidak bekerja dulu saya fokus dengan belajar. Tekad saya waktu itu ingin
terpilih menjadi perwakilan SMA untuk ikut olimpiade nasional tingkat
kabupaten. Tapi bagaimana caranya supaya saya terpilih sedangkan rangking saya
jauh dibawah. Waktu itu ada lomba pre Olimpiade yang di adakan SMA Negeri 1
Padang di Baiturrahmah, semua bidang olimpiade diperlombakan tingkat provinsi.
Saya dengan tekad yang kuat memohon kepada orang tua supaya direstui pergi
dengan biaya orang tua, saya berangkat. Sebelum berangkat saya benar–benar
belajar sendiri dirumah dengan meminjam buku dipustaka dan koleksi buku
pelajaran yang selalu saya beli tiap bulan. Saya mengambil bidang Astronomi,
meskipun pelajaran tersebut tidak ada dimata pelajaran sekolah, saya tertarik,
jika tertarik maka saya pasti bisa. Dari SMA kami ada 45 orang yang berangkat
kepadang untuk ikut lomba tersebut dengan berbagai bidang lomba. Dari 45 orang
itu hanya satu orang yang lulus kebabak final, yaitu saya. Alhamdulillah berkat
perjuangan keras saya, bisa masuk babak final. Ini tingkat provinsi lhoo,
hehehe dari 300 peserta saya masuk no 15. Di final saya kalah karena soal
hitungannya begitu rumit sekali.
Berita
kemenangan saya menjadi finalis pre olimpiade Astronomi sampai ke guru-guru dan
kepala sekolah. Saya dibangga-banggakan bisa mengharumkan nama SMA di tingkat
provinsi walau hanya jadi finalis. Hal ini menjadi rebutan bagi guru-guru untuk
memilih saya mengikuti olimpiade diantaranya ikut olimpiade bidang matematika,
fisika, kimia dan astronomi. Sekarang saya yang harus memilih mana yang saya
rasa bisa. Akhirnya saya pilih astronomi.
Walhasil
ketika olimpiade nasional datang, saya mengikutinya dikabupaten. Alhamdulillah
saya memperoleh juara satu tingkat kabupaten. Hal ini membuat SMA bangga lagi
kepada saya, apalagi orang tua sangat bangga saat itu kepada saya. Dikampung
nama saya menjadi buah bibir bagi warga.
Kemenangan
itu menyebabkan saya lolos untuk mengikuti olimpiade nasional tingkat provinsi.
Saya dikarantina dihotel Femina, Jl. Bagindo Aziz Chan padang selama satu
minggu penuh dengan biaya pemerintah provinsi. Disana kami dibekali ilmu-ilmu
astronomi lebih dalam lagi. Untuk menghadapi tingkat provinsi.
Selesai
karantina, lomba tingkat provinsi yang di adakan dihotel Royal Denai di
Bukittinggi. Saya mengalami kekalahan disini. Tidak apa-apa, saya mendapatkan
pengalaman yang begitu banyak jadinya.
Selama
SMA saya alhamdulillah banyak mengukir pretasi yaitu: juara 1 Olimpiade
Astronomi tingkat kabupaten, juara satu Lomba matematika tingkat kabupaten, dua
kali menjadi finalis lomba Astronomi tingkat provinsi, dan saya pertama kalinya
masuk koran singgalang karena saya menjuarai lomba matematika saat itu. Semua
itu mampu saya ukir karena dorongan orang tua dan juga ekonomi saat itu.
Semuanya menjadi motivasi bagi saya.
Enam
bulan setelah saya kecelakaan saya mulai lagi bekerja dengan mendodos sawit,
memang ini pekerjaan berat. Mengangkat sawit ratusan Kg dengan geerobak/angkong
dari perkebunan ke tempat penimbangan. Dengan gaji Rp.30.000,00/tiap kali
memanen. Hal itu saya lakukan juga untuk memanen sawit dikebun kami, karena
ayah mengalami pendarahan dalam saat saya kelas dua SMP, ayah tidak boleh
bekerja keras. Segala sesuatau yang tergolong pekerjaan berat semua saya yang
melakukan saat itu.
Permasalah
timbul kembali saat saya menduduki kelas 3 SMA semester akhir. Orang tua pusing
tujuh keliling kemana mau dicarikan biaya untuk saya kuliah, adik-adik sudah
masuk SMP dan SD, untuk makan saja susah. ‘Ummi jan dipikian bana itu tu, yang
nio kuliah salam, tu salam lo yang ka mikian ba a caro e mi, kok ndak adoh
biaya, bia lam ngnaggur lu, pai cari karajo dibatam tampek mamak”. Itu yang
saya lontarkan kepada orang tua saat itu.
Saat
SNMPTN datang saya mendaftar dengan uang beasiswa saat saya menjadi juara satu
Olimpiade Astronomi senilai Rp.2.300.000,00 kemudian uang juara satu lomba
matematika tingkat kabupaten sebesar Rp.1.000.000,00 dan uang saku dari kepala
sekolah karena membawa harum nama sekolah sebesar Rp. 450.000,00. Dari uang itu
saya membayar uang pendaftaran untuk mengikuti SNMPTN, sebagian uangnya saya
belikan sepeda untuk adik saya, dan belikan kambing sepasang untuk tabungan
besok hari. Alhamdulillah saya lulus di Teknik Elektro UNANd, setelah melihat
uang pendaftarannya sebesar Rp.5.960.000,00 orang tua dan saya terhenyak hening
sesaat ketika itu diruang tamu rumah kami. Saya melihat ada jadwal wawancara
untuk mahasiswa yang telah mendaftarkan diri mengambil beasiswa Bidik Misi.
Saya berangkat kepadang meskipun saya tidak terdaftar sebagai penerima Bidik
Misi. Sampai dipadang saya ke kampus UNAND waktu itu hari jum’at menuju auditorium.
Sampai disana saya menjadi orang bengong sesaat, ada mahasiswa dengan almamater
hijau lantas saya hampiri dan bertanya apa bisa saya mendaftar Beasiswa Bidik
Misi ini sementara saya tidak terdaftar. Abang tersebut mengarahkan saya ke
meja panitia sepertinya disana kakak dan abang disana menanyakan perihal yang
saya tanyakan kepada mereka kepada seorang bapak. Yang bapak tersebut
memperbolehkan saya mengikuti wawancara meskipun tidak terdaftar asal membawa
persyaratan keterangan tidak mampu, ya alhamdulillah semua syarat sudah saya
persiapkan sebelum berangkat kepadang. Wawancara saya ikuti yang
berminggu-minggu saya tunggu hasilnya belum keluar juga. Jadwal daftar ulang
telah selesai dan saya belum juga bayar uang kuliah. Saya mendapat info
dimading rekotrat bagi yang mengikuti wawancara bidik misi, keterlambatan
membayar uang kuliah diperi keringanan hingga tanggal (saya lupa). Esoknya pengumumannya keluar dan
Alhamdulillah saya diterima sebagai penerima beasiswa Bidik Misi, bebas uang
kuliah, diberi uang bulanan. Saat itu juga saya telfon orang tua dan
menyampaikannya, mendengar hal itu orang tua saya sangat senang sekali menangis
karena terharu mendengarnya.
0 komentar:
Posting Komentar